Kelor memiliki beberapa julukan seperti Pohon Surga, Pohon Kehidupan, maupun Pohon Serbaguna. Julukan tersebut dikarenakan banyaknya manfaat yang didapatkan oleh mahluk hidup terutama manusia dari keseluruhan bagian tanaman ini mulai dari akar, kulit batang, batang, daun, bunga serta buahnya.
Tanaman kelor disebut juga “the miracle tree” dikarenakan semua bagian tanaman memiliki zat gizi (Bashir et al., 2016).
Pohon ajaib ini sering ditemukan sebagai tanaman pagar, pembatas tanah, atau sebagai tanaman menjalar.
Asal-Usul Tanaman Kelor
Tanaman Kelor termasuk dalam genus Moringa. Genus Moringa sendiri terdiri dari 13 jenis atau spesies yang telah tersebar kawasan Selatan Himalaya, India, Sri Lanka, Afrika Timur Laut, Afrika Barat Daya Selatan, Madagaskar, dan Arab.
Spesies yang paling dikenal dan mengalami penyebaran ke seluruh wilayah, termasuk daerah tropis adalah spesies Moringa pterygosperma Gaerthn (syn. Moringa oleifera Lam).
Klasifikasi botani dari tanaman yang sehari-hari kita kenal sebagai kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah:
- Kingdom : Plantae;
- Division : Magnoliophyta;
- Class : Magnoliopsida;
- Order : Brassicales;
- Family : Moringaceae;
- Genus : Moringa;
- Species : oleifera
Kelor termasuk jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat, berumur panjang, berbunga sepanjang tahun dan tinggi pohon dapat mencapai 9-15 meter.
Kelor merupakan jenis tumbuhan yang dapat tahan terhadap kekeringan parah dan kondisi salju ringan (Agoyi et al., 2014), mudah tumbuh karena tidak memerlukan perawatan intensif (Isnan & Nurhaedah, 2017).
Kelor mampu hidup pada iklim tropis hingga subtropis dengan ketinggian sampai 2.000 mdpl.
Suhu optimum budi daya kelor antara 23–35°C, curah hujan 250–2000 mm dan jenis tanah yang sesuai untuk budi daya adalah tanah gembur berpasir dengan drainase yang baik serta pH tanah 5–9 (Sauveur et al., 2010).
Tanaman kelor tumbuh vertikal ke atas dengan batang ramping, lunak, dan berwarna keabuan.
Kelor berakar tunggang dan berbonggol, serta memiliki tajuk seperti payung.
Daun kelor berwarna hijau, tersusun berseling, berbulu halus, serta jumlahnya ganjil berukuran 30-40 cm dengan 26 pasang anak daun.
Jumlah anak daun pada kelor akan bertambah mendekati posisi di pangkal tangkai daun (Emongor, 2011).
Bunga axillaris berukuran 10–25 cm, berwarna putih kekuningan dengan benang sari berwarna kuning, biseksual, dan umumnya mendukung penyerbukan silang.
Buah kelor berbentuk polong yang memiliki tiga sudut dengan panjang 20–50 cm dan diameter 2–2,5 cm.
Buah kelor berisi sekitar 26 biji, berwarna hijau tua ketika muda dan berubah cokelat ketika sudah tua dan mengering (Parotta, 2014).
Penyebaran kelor di Indonesia mulai dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat.
Penyebutan kelor diberbagai daerah
- Jawa, Sunda, Bali, Lampung: kelor;
- Buru: kerol;
- Madura: Maranggi;
- Nusa Tenggara Timur: Marungga;
- Flores: moltong;
- Gorontalo: kelo;
- Bugis: keloro;
- Sumba: kawano;
- Sumatera: murong atau barunggai;
- Timor: hao fo;
- Bima: ongge;
Kandungan gizi daun kelor
Kelor memiliki kandungan gizi yang tinggi. WHO telah menetapkan kelor sebagai bahan pangan alternatif untuk menangani malanutrisi.
Mahmud dalam penelitian Rohmawati et al. (2019) juga menyebutkan bahwa daun kelor mampu mencegah masalah kekurangan gizi pada anak-anak dan meningkatkan kekebalan tubuh karena mengandung beta-karotena (4x beta-karotena wortel), zat besi (25x zat besi bayam), potasium (3x potasium pisang), vitamin C (7x vitamin C jeruk), kalsium (4x kalsium susu), dan protein (2x protein yoghurt).
Karena memiliki vitamin C sebanyak 7 kalinya jeruk, kelor mampu mencegah flu dan demam.
Daun kelor terbukti efektif sebagai antioksidan, antiradang, menurunkan tekanan darah, menurunkan gula darah, dan sebagai sumber karotenoid sehingga implikasinya dapat digunakan dalam program gizi buruk untuk mengurangi kekurangan vitamin A (Gopalakrishnan et al., 2016; Saini et al., 2014).
Hasil penelitian Ajeng (2016) menyebutkan bahwa penambahan daun kelor sebagai tambahan bahan pangan dapat memengaruhi ketampakan dan rasa dari produk akhir pangan tersebut.
Warna kehijauan yang dihasilkan pada produk pangan yang mengalami penambahan daun kelor berasal dari zat klorofil dari daun kelor tersebut, yaitu sebesar 20,25 mg/g.
Sifat rasa langu dan sepat pada daun kelor berasal dari kandungan senyawa tanin (1,4%) dan saponin (5%). Rasa sepat ini disebabkan adanya ikatan silang antara tanin dan protein yang ada di rongga mulut.
Koul dan Chase (2015) serta Mensah et al. (2012) mengungkapkan bahwa daun kelor mengandung senyawa kimia, tannin, saponin, alkaloid, flavonoid, dan fenol.
Tepung kelor memiliki sifat antimikrob, antiinflamasi, antikanker, hepatoprotektif, antihipoglikemik, dan antioksidan (Lakshmipriya et al., 2016).
Kelor untuk mencegah stunting
Pemilihan kelor sebagai bahan tambahan karena selama ini penggunaannya sebagai bahan pangan di masyarakat masih belum optimal (Helingo et al., 2022).
Selain itu, kelor merupakan salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi kurang (Broin, 2010).
Stunting (pengerdilan) terjadi akibat kekurangan gizi terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (Ri, 2018).
Kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak menyebabkan terjadinya pengerdilan yang terkait dengan penurunan kognitif, kinerja sekolah, dan kerja yang buruk (United Nations Children's Fund [UNICEF], 2018).
Kondisi ini terjadi apabila anak tidak mendapat asupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral penting sebagaimana mestinya.
Gejalanya ditandai dengan penurunan berat badan yang drastis, terus-menerus kelelahan, merasa lemah, dan tidak nafsu makan.
Metode Budi daya kelor
Kelor termasuk salah satu tumbuhan nutrasetikal, yaitu tumbuhan pangan yang memberi efek dalam pengobatan (menyehatkan) dan sangat potensial untuk dikembangkan baik dalam industri makanan maupun industri farmasi (Silalahi, 2020).
Untuk memperbanyak kelor dapat dilakukan dengan metode stek batang atau dengan tanam bijinya.
1. Stek batang
Perbanyakan dengan metode stek batang menggunakan batang kelor yang keras, berumur setahun, dan berdiameter 4–16 cm.
Stek batang dapat ditanam langsung atau disemai terlebih dahulu dalam pot plastik. Stek ditanam sedalam sepertiga dari panjangnya.
Bibit hasil semai dapat dipindah untuk penanaman saat berumur 2–3 bulan (Palada & Chang, 2003).
2. Tanam biji
Perbanyakan biji dengan semai biji dalam pot plastik dilakukan dengan kedalaman 2 cm.
Biji akan berkecambah sekitar 3–4 hari, tetapi adakalanya sekitar 1–2 minggu dengan daya kecambah antara 28–80%.
Daya kecambah dapat turun hingga 10–52 % setelah satu bulan penyimpanan dan fertil setelah 24 bulan (Morton, 1991).
Biji direndam air selama 12 jam untuk memecah dormansi kemudian disemai di persemaian.
Penanaman secara langsung dapat juga dilakukan dengan cara membuat lubang tanam kedalaman sekitar 2 cm.
Bibit kelor hasil penyemaian dipindahkan untuk penanaman saat mencapai tinggi ±30 cm dan umur 3–6 minggu (Gandi et al., 2018).
Jarak tanam kelor bervariasi menurut tujuan budi dayanya.
Petani di Zimbabwe menanam kelor dengan jarak tanam bervariasi mulai 30–500 cm (Gadzirayi et al., 2013).
Penanaman kelor di PT Moringa Organik Indonesia menggunakan jarak tanam 100 cm × 100 cm untuk produksi daun kelor kering (Akbar, 2018).
Cara panen daun kelor
Pemanenan daun kelor melalui dua cara, yaitu pangkas cabang dan petik daun.
Teknik pangkas cabang dilakukan dengan cara memotong cabang, adapun pangkas cabang secara manual menggunakan gunting stek, sabit, atau pisau (Sauveur et al., 2010).
Sementara itu, teknik petik daun di PT Moringa Organik Indonesia dilakukan dengan memetik daun yang sudah memenuhi kriteria yaitu daun utuh, berwarna hijau tua, dan sudut tangkai daun antara 45–90° (Akbar, 2018).
Kelor yang hanya dipanen anak daunnya memiliki kandungan glukosinolat lebih tinggi jika dibandingkan dengan panen bersama tangkainya (Tetteh et al., 2019).
Pemanenan dapat dilakukan pada pagi atau sore hari dengan tetap memperhatikan ketiadaan embun pada daun sebelum panen, terutama pada pagi hari, agar daun tidak cepat membusuk selama proses transportasi.
Video cara menanam kelor dari stek batang
Sumber Referensi
- Widowati, Sri, dkk. (2023). Diversifikasi Pangan Lokal untuk Ketahanan Pangan Perspektif Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta : Penerbit BRIN.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kelor
Posting Komentar
0Komentar